Selasa, Mei 25

Seri 2 : Sikap Hacker

Pekerjaan hacker adalah menyelesaikan masalah dan membuat sesuatu yang berguna, dan hacker percaya pada kebebasan dan kerjasama sukarela. Agar dapat diterima sebagai seorang hacker, Sahabat harus berbuat seolah-olah Sahabat memiliki sikap ini. Dan agar dapat berbuat demikian, sikap ini harus benar-benar diyakini.
Tapi kalau Sahabat berniat menumbuhkan sikap ini hanya agar dapat diterima di lingkungan hacker, maka Sahabat belum menangkap maknanya. Menjadi orang yang meyakini sikap hacker penting bagi Sahabat sendiri — agar Sahabat bisa terus belajar dan termotivasi. Sama seperti semua seni kreatif lain, cara paling efektif untuk menjadi seorang ahli adalah dengan meniru cara berpikir ahli-ahli lainnya — bukan hanya secara intelektual tapi juga emosional.
Jadi, untuk menjadi seorang hacker, ulangi pernyataan di bawah ini sampai benar-benar Sahabat yakini:

1. Dunia penuh dengan persoalan-persoalan menarik yang menanti untuk dipecahkan.
Menjadi seorang hacker sebetulnya menyenangkan, tapi ‘menyenangkan’ yang menuntut usaha. Usaha ini membutuhkan motivasi. Atlet yang sukses memperoleh motivasi dari kepuasan fisik saat tubuh mereka beraksi, saat mendorong diri melampaui batasan fisik. Demikian juga, untuk menjadi seorang hacker Sahabat harus merasa tertarik untuk memecahkan persoalan, mengasah keahlian, dan melatih kecerdasan.
Jika Sahabat merasa bahwa secara alamiah Sahabat bukan orang seperti ini, Sahabat harus berusaha menjadi demikian jika ingin berhasil menjadi hacker. Jika tidak, energi hacking Sahabat akan melemah karena perhatian Sahabat teralihkan oleh seks, uang, dan usaha diri untuk diterima di lingkungan.
(Sahabat pun harus mengembangkan keyakinan pada kapasitas belajar diri — keyakinan bahwa meskipun yang Sahabat ketahui belum cukup untuk memecahkan suatu persoalan, jika satu potongan saja dari persoalan Sahabat usaha pecahkan, maka itu sudah cukup memberi pelajaran kepada Sahabat untuk menyelesaikan potongan berikutnya — dan berikutnya, hingga semua potongan terselesaikan.)

2. Tidak seharusnya masalah yang sama dipecahkan dua kali.
Otak yang kreatif merupakan sumber daya yang berharga dan terbatas. Tidak seharusnya sumber daya ini diboroskan hanya untuk memikirkan kembali suatu persoalan dari dasar; padahal ada begitu banyak masalah menarik baru lain di dunia ini yang menanti.
Agar dapat bertingkah laku seperti hacker, Sahabat harus percaya bahwa waktu berpikir hacker lain itu berharga — sebegitu berharganya hingga merupakan suatu kewajiban moral bagi Sahabat untuk membagikan informasi, menyelesaikan masalah lalu memberi jawabannya pada hacker lain supaya mereka menyelesaikan masalah baru dan tidak selamanya berkutat pada masalah-masalah lama.
(Tidak harus berkeyakinan bahwa semua produk kreatif Sahabat harus direlakan bagi orang lain, meski hacker yang demikianlah yang paling dihormati hacker lain. Menurut nilai-nilai hacker, jual sebagian asal cukup untuk tetap makan, tetap dapat membayar sewa rumah, dan tetap dapat memakai komputer. Tidak melanggar nilai hacker jika Sahabat memanfaatkan ilmu Sahabat untuk membiayai keluarga atau bahkan menjadikan diri kaya, asalkan Sahabat tetap mengingat diri sebagai seorang hacker.)

3. Kebosanan dan pekerjaan membosankan itu jahat.
Hacker (dan manusia kreatif pada umumnya) tidak seharusnya dibosankan dengan pekerjaan bodoh yang berulang-ulang, karena ini berarti mereka tidak melakukan pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh mereka — menyelesaikan persoalan-persoalan baru. Pemborosan sumber daya ini merugikan semua pihak. Karena itu kebosanan dan pekerjaan membosankan bukan saja tidak menyenangkan tapi juga jahat.
Agar dapat bertingkah laku seperti hacker, Sahabat harus meyakini hal ini sehingga Sahabat berkeinginan untuk mengotomasi sebanyak mungkin bagian yang membosankan, bukan saja bagi diri sendiri tapi juga orang lain (terutama sesama hacker).
(Ada satu kekecualian yang jelas. Hacker kadang melakukan pekerjaan yang di mata orang lain tampaknya berulang-ulang atau membosankan; ini untuk latihan menjernihkan pikiran, atau dalam rangka memperoleh keahlian atau pengalaman yang tak bisa tidak harus diperoleh dengan cara demikian. Tentu saja hal ini dilakukan atas dasar kehendaknya sendiri — setiap orang yang mampu berpikir tidak seharusnya dipaksa menjadi bosan.)

4. Kebebasan itu baik.
Secara alamiah hacker itu anti-otoriter. Siapa pun yang dapat memerintah Sahabat akan dapat menghentikan Sahabat untuk menyelesaikan persoalan yang menarik — dan, sesuai pikiran otak para otoriter, pada umumnya akan membuat alasan yang benar-benar bodoh untuk itu. Jadi sikap otoriter harus dilawan di mana pun Sahabat berada, agar nantinya tidak menekan Sahabat dan hacker-hacker lain.
(Tidak untuk disamakan dengan melawan setiap bentuk kekuasaan. Anak-anak tetap harus dibimbing, para kriminal ditahan. Seorang hacker mungkin akan tunduk pada bentuk-bentuk kekuasaan tertentu agar dapat memperoleh sesuatu yang lebih dari waktu yang dibutuhkan untuk mengikuti peraturan. Tapi hal ini lebih merupakan tawar-menawar yang terbatas dan dilakukan secara sadar; jenis tunduk diri yang diinginkan oleh orang-orang otoriter tentu saja tidak bisa diterima.)
Para otoriter hidup di atas sensor dan kerahasiaan. Mereka tidak percaya pada kerjasama dan berbagi informasi — satu-satunya jenis ‘kerja sama’ yang disukai adalah yang dapat mereka kendalikan. Jadi untuk berlaku seperti seorang hacker, Sahabat perlu mengembangkan rasa benci pada penyensoran, kerahasiaan, dan penggunaan kekerasan atau penipuan untuk memaksakan kehendak pada orang dewasa. Dan Sahabat harus bersedia bertindak demi keyakinan ini.

5. Sikap saja tak ada artinya tanpa kemampuan.
Untuk menjadi hacker, Sahabat perlu mengembangkan sebagian dari sikap-sikap yang telah disebutkan. Tapi memiliki sikap saja belum membuat seseorang menjadi hacker, atau atlet juara atau bintang rock. Untuk menjadi hacker dibutuhkan kecerdasan, latihan, dedikasi, dan kerja keras.
Jadi, Sahabat perlu belajar untuk tidak mempercayai sikap dan menghormati setiap bentuk kemampuan. Hacker tidak bersedia menghabiskan waktu dengan orang-orang yang hanya bersikap seperti hacker, tapi mereka memuja kemampuan — terutama kemampuan dalam hacking, tapi kemampuan di bidang apapun adalah baik. Yang terutama baik adalah kemampuan dalam bidang yang sulit dan hanya dapat dikuasai oleh sedikit orang, dan yang terbaik adalah kemampuan dalam bidang yang sulit dan melibatkan ketajaman mental, keahlian, serta konsentrasi.
Bila Sahabat memuja kemampuan, Sahabat akan merasa senang dalam meningkatkan kemampuan diri — kerja keras dan dedikasi akan menjadi semacam permainan yang mengasyikkan ketimbang pekerjaan membosankan. Dan hal ini penting dalam proses menjadi hacker.


http://www.cetakuang.com/?id=ishoot

2 komentar:

Anonim mengatakan...

oww...bener bro, hacker sejati memang tidak merusak, tapi membangun.....
siiip

Kurniawan Agung Dewanto mengatakan...

yuup...
memang begitulah seharusnya...

Posting Komentar

Mari Maju Bersama....